Kamis, 18 Juni 2009

Superman Is Dead; Oase di Tengah Pemikiran Sempit Keseragaman

Superman Is Dead; Oase di Tengah Pemikiran Sempit Keseragaman

Oleh I Wayan “Gendo” Suardana


“Superman Is Dead (S.I.D) menginspirasi dan mengajarkan kami tentang indahnya perbedaan dan untuk menghormati keberagaman!” Kurang lebih itulah pendapat salah seorang penonton yang hadir dalam gig semalam (12/3/09) di salah satu pusat hiburan di bilangan Jakarta Pusat. Pernyataan secara terbuka yang diucapkan dalam sebuah panggung “glam” peluncuran album baru S.I.D yang bertajuk Angels & the OutSIDers.

Damn! Saya tersentak dengan pernyataan tersebut. Pernyataan yang sudah sangat lama saya nanti-nantikan tiba-tiba terdengar langsung oleh telinga saya. Mungkin banyak orang yang akan bertanya-tanya, apa istimewanya komentar tersebut? Sehingga harus membuat tersentak? Bukankah pendapat-pendapat seperti itu sudah biasa diucapkan? Lalu apa yang menjadi luar biasa?

Pertanyaan dan pernyataan seperti itu seolah-oleh beruntun menerjang kepala saya, seraya berusaha menjelaskannya. Pendapat seperti itu, tidak akan menjadi luar biasa apabila disampaikan untuk para pegiat kemanusiaan atau untuk kelompok-kelompok yang memang aktivitas mereka ada di wilayah perjuangan pluralisme. Namun tidak demikian apabila ucapan itu didedikasikan untuk S.I.D.

Dengan latar belakang “glamour”, tampilan ala punker, musik cadas, dan segala atribut “gaul” yang disandang oleh grup band ini, seolah-olah mereka adalah tiga “berandal” yang hanya bermusik dan larut dalam kehidupan glamour. Rambut spiky, rantai bergelantungan di pinggang, berbusana gaul nan glamour tidaklah cukup menggambarkan ketepatan dari penyataan di awal tulisan ini. Betapa ketiga pemuda ini jauh dari kategori kelompok yang peduli dengan keadaan sekitar.

Ditambah lagi tangan yang tiada henti memegang botol minuman beralkohol, semakin menjauhkan cap pemuda yang mempunyai kepedulian terhadap kehidupan sosial. Belum lagi bila kita menengok ke belakang atas perjalanan grup band ini yang sempat dipenuhi dengan tuduhan rasis dan diskriminatif, menyebabkan S.I.D. sempat terpuruk dalam tuduhan-tuduhan rasis. Tentu saja keadaan ini kerap membuat roh lagu mereka menjadi hilang dan terkubur dalam “judge” glamour, rasis, dan anti sosial. Aktivitas-aktivitas mereka untuk kampanye kemanusiaan, kesetaraan, pluralisme menjadi sirna begitu saja.

Antara Glam dan Kemanusiaan

Sepanjang pengetahuan saya, SID baik sebagai sebuah grup band maupun individu-individunya adalah salah satu grup band yang cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, tentunya yang paling sering adalah melakukan kampanye pluralisme, kemanusiaan dan juga lingkungan. Tidak sebatas hanya datang dan bermain musik, bahkan terlibat langsung dalam pengadaan kampanye termasuk memobilisasi resource untuk menggelar kampanye musik.

Komitmen mereka atas kemanusiaan, pluralisme, lingkungan tergambar pula secara kuat dalam lagu-lagu mereka. Dapat dicatat bahwa hampir dalam setiap album yang dirilis oleh SID terdapat tema-tema lagu yang mengedepankan persaudaraan, kesetaraan, pluralisme. Kita vs Mereka, Marah Bumi, Citra O.D bahkan dalam album terbarunya terdapat pesan untuk menjaga semangat keberagaman yang tercermin dalam lagu “Kuat Kita Bersinar”.

Dalam setiap mereka penampilannya, tak henti-hentinya mengingatkan penonton yang ada di depan mereka untuk menghargai setiap perbedaan. Kadangkala oleh Bobby dengan mimik serius bak orator, atau kadang dengan guyonan “jorok” ala Eka Rock yang mengundang tawa tapi sarat dengan pesan indahnya keberagaman.

“Akh, itu hal yang biasa kali, namanya juga cari popularitas,” begitu kira-kira pendapat yang muncul bila kita menelaah S.I.D dan sisi humanismenya. Namun pendapat itu menjadi keliru bila menyimak perjalanan kreativitas para personel S.I.D di kala mereka belum terkenal seperti sekarang. Cukup susah mengatakan bahwa tema lagu mereka tentang kemanusiaan, kesetaraan dan pluralisme, adalah sebatas lagu panggung. Sebatas untaian kata yang hanya diteriakan di panggung-panggung lalu hilang dan lepas tak bermakna di dalam kehidupan mereka di luar panggung. Atau sangat berat rasanya mengatakan, bahwa pesan-pesan mereka adalah pesan semu yang hanya untuk gagah-gagahan di atas panggung.

Lekat dalam ingatan saya bagaimana S.I.D termasuk salah satu band menyisihkan energinya untuk kegiatan-kegiatan jalanan terutama pada tahun 1998 di mana euforia reformasi sedang masak-masaknya. Aksi massa di kampus-kampus sedang marak, diskusi informal merebak tiap saat dan di situlah beberapakali terlibat pula pemuda-pemuda ini.

Mereka bergabung dalam setiap aktivitas, mengeluarkan “merchandise” dalam bentuk stiker-stiker. Bukan stiker gaul atau stiker yang beraroma dunia glam tapi “merchandice” yang berbau kampanye gerakan. Tercatat dalam ingatan saya, berbagai stiker sarkas dengan tulisan; “Sohardto F**k”, atau maaf” Tutut Titit” yang sesuai kehendak zaman pada saat itu. Mungkin seseuatu hal yang kecil, tetapi sarat akan makna kepedulian mereka dengan kondisi sosial.

Di tengah lagu-lagu mereka yang sekilas terkesan mengumbar tema glam, S.ID adalah salah satu band di Bali yang selalu siap tampil dalam acara-acara charity untuk kemanusiaan. Mungkin puluhan kali bahkan lebih, grup band ini terlibat secara aktif dalam pagelaran sosial tanpa bayaran. Tercatat S.I.D tampil dalam penggalangan dana untuk kemanusiaan pada saat bencana tsunami Aceh dan bencana gempa Jogjakarta. Bukan hanya sebatas tampil memikan musiknya, tapi juga peran Jerinx (drummer S.I.D) sebagai pengagas ide terutama dalam Pagelaran Kemanusiaan untuk bencana gempa Jogjakarta.

Demikian pula dalam hal perjuangan atas pluralisme dan keberagaman, S.I.D adalah Band yang terlibat pula secara aktif dalam kampanye penolakan RUU APP dari sejak dikumandangkan tahun 2006 sampai 2008. Tidak melulu aksi panggung tapi pemuda-pemuda ini juga terlibat dalam aksi-aksi jalanan. Menggarap roadshow musik untuk mengampanyekan, betapa berbahanya RUU APP dalam ranah Bhinekka Tunggal Ika. Betapa RUU APP mengancam sendi-sendi keberagaman dan berujung terancamnya nilai-nilai dan hakikat kemanusiaan.

Tema lagu kemanusiaan termanifestasikan dalam bentuk praktik-praktik S.I.D. Nilai universal kemanusiaan, menjadi lakon yang tidak bisa dinafikan begitu saja dari S.I.D. Kita masih ingat bagaimana agresi USA terhadap negara Irak? Di tengah kondisi sentimentil yang berkembang atas dunia Islam, S.I.D justru tampil dan keluar dari sentimentil itu. Solidaritas kemanusiaan adalah universal dan menembus batas tanpa memandang warna kulit, jenis kelamin, agama, suku, bangsa. Ini terwujudkan dalam pagelaran musik bertajuk “Stop War”, sebuah pagelaran musik untuk menentang agresi USA ke negara-negara Timur Tengah.

Apakah sebatas datang dan tampil dan menyanyi? Oh, tidak! S.I.D hadir dari menggagas ide, menyiapkan rencana kegiatan, mendesain propaganda dan mengumpulkan band-band untuk tampil bahkan sampai teknis acara. Itulah sekian banyak aktivitas dan praktek-praktek S.I.D yang menunjukan keselarasan antara tema lagu dengan praktik kehidupan nyata mereka.

Di tangan mereka, dunia “glam” menjadi tidak sebatas hura-hura dan dentingan sulang gelas dan botol alkohol . Dunia “glam saat ini menjadi dunia yang sarat dengan upaya penyadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, keseteraan dan perdamaian. Pesan-pesan yang secara termaktub dalam lagu-lagu mereka, terpropagandakan dalam “orasi-orasi panggung” dan mampu membangunkan kesadaran orang-orang akan arti penting dari nilai-nilai itu. Minimal di tingkatan penggemar mereka a.k.a outSIDers. Mampu meretas perbedaan sempit yang selama ini dikonstruksi oleh negara atas sekat-sekat suku, agama, ras, jenis kelamin, kebangsaan dll.

Lalu seberapa pentingkah ucapan penonton yang saya sampaikan di awal tulisan ini? Buat saya pernyataan itu sangat istimewa. Inilah pertamakalinya saya mendengar “pengakuan” atas aktivitas-aktivitas S.I.D yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari dinamika sosial. Setidaknya ada satu orang yang tersadarkan atas kampanye dan propaganda lagu S.I.D selama ini. Bahkan bisa saja mewakili puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang lainnya. Sehingga judge fatalis (rasis, anti sosial) terkubur seiiring waktu.

Di tengah krisisnya bangsa ini akan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dengan bergelimang manusia-manusia berperilaku primitif dan berpikiran sempit nan membosankan, S.I.D tampil sebagai oase yang memberikan secercah harapan. Semestinya orang-orang yang selalu bertampilan necis, berjas rapi, mengaku orang terhormat merasa malu karena justru pesan-pesan kemanusiaan, anti diskriminasi, kesetaraan keluar dari mulut “berandal-berandal” ini.

Semoga tetep konsisten, mari ciptakan dunia baru tanpa diskriminasi. S.I.D “glam”mu kami tunggu seiiring dengan laju sepeda “lowrider” yang mengilhami orang untuk mencintai lingkungan.

……Dan kau sahabatku, mari kita bersulang!


sumber :

http://gendovara.com/superman-is-dead-sid-oase-ditengah-pemikiran-sempit-keseragaman/#comment-296

Senin, 15 Juni 2009

JRX notes, so cool. read it now...

BLACK MARKET LOVE
Ini adalah tahun ke-11 Superman Is Dead berdiri tegak menantang.
Ini adalah album ke-3 paguyuban langgam cadas beranggotakan Bobby Cool, Eka Rock, & Jrx, bersama Sony BMG,dan merupakan album ke-6 secara keseluruhan.
Ini adalah kontinuitas ekspresi bingar SID akan cinta dan cita-cita pada musik, kemerdekaan berpendapat, serta harapan untuk terus rukun damai sentosa di buana Bhineka Tunggal Ika.
Here they are again, friend. Alive, beer-soaked, and kicking!
"Black Market Love" yang direkam di Electro Hell studio pada fajar 2006 dipilih sebagai judul pertama karena, well, it sounds great and dangerous! Yang jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai "Cinta Pasar Gelap" a.k.a. "Cinta Rahasia" Indeed, "Black Market Love" adalah deklarasi SID pada dunia tentang kecintaan mereka pada hal-hal yang selama ini divonis "salah" oleh perspektif mayoritas.
Kedua karena SID akan tanpa bosan melawan ketakpedulian, fasisme, diskriminasi, budaya kekerasan, dan pembodohan. Ayo lawan dengan letup cinta yang tegar menyala!
Hal lain yang patut dicatat dari album bersampul tengkorak berkumis ini adalah deras bertambahnya lirik berbahasa Indonesia. Tentu SID punya alasan kuat untuk itu. Simak komentar Jrx, "Setelah hampir 11 tahun terlalu banyak memakai lirik berbahasa Inggris, pendengar sering kurang menangkap apa yang coba kita suarakan. Hasilnya seringkali publik hanya menilai kita secara tampak luar dan fashion saja. Salah besar sebab sejak awal kita ingin menempatkan musik sebagai media pemberi motivasi untuk anak-anak muda yang sering bingung dan mempertanyakan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan kehidupan"
Selebihnya, bak melanjutkan petualangan dari album sebelumya, "The Hangover Decade", SID makin lebar menjelajah dengan mulai memasukkan instrumen-instrumen eksotik macam akordion, grand piano, organ dan biola. Njlimet? Wah, malah tidak. Album ini sebaliknya tetap relatif mudah dicerna kuping, Bersahaja dus gemah ripah dengan tembang-tembang sing-a-long. Perhatikan single pertamanya, "Bukan Pahlawan". Simple, bertempo sedang, gampang dinyanyikan riang bersama para sahabat di bar-bar murah atau tempat-tempat hiburan kelas bawah. Kesederhanaan aransemen dan koor dadakan bisa gampang tercipta pada country rock-fueled "Goodbye Whiskey" serta "Kita vs Mereka" yang terinspirasi oleh kesewenangan yang menimpa Inul. Dan beautifully stripped-down dengan balada 3 kunci, "Lady Rose".
Sementara bianglala tema tetap kaya warna. "Marah Bumi" & "Year of the Danger" menyoroti ulah manusia yang tidak ramah lingkungan & paceklik sisi humanisme. "Citra O.D." & "Psycho (Fake)" menyayangkan eksploitasi media terhadap privasi paling pribadi serta trend manipulasi citra. "Tomorrow" memimpikan dunia tanpa perang, adil makmur ijo royo-royo.
Pun varian partisipan makin lintas sektoral sekaligus "berbahaya". Dari lingkup domestik muncul Jrx dan Eka Rock mengambil alih posisi biduan, lalu maskulin bersenandung masing-masing di "Lady Rose" dan "?Anger Inc.". Dari lingkup regional, Leo Sinatra (of nu skool Rockabilly act, Suicidal Sinatra) gitaris muda sakti-mandraguna-lihai-lancar-jaya-banyak-tattoo-banyak-bahagia bersedekah mengamalkan sedikit kebajikannya di "Goodbye Whiskey"; Dankie (of grunge?s last gentlemen, Navicula) elok menggesek slide guitar ditimpali vokal latar sejuk misterius oleh Sari (of Goth-Punk outfit, Nymphea) di "Lady Rose"; Prima (from politico-rapcore collective, Geekssmile), gerah berteriak di "Citra O.D."; Philipus indah berkiprah lewat organ di "Bukan Pahlawan", grand piano di "Bangkit & Percaya", & akordion di "Menginjak Neraka"; Mr. Fahmi (of Chicano-Punk mafia, Devildice) & One Dee (of Ska veterans, Noin Bullet) seronok mengisi departemen tiup di "Menginjak Neraka". Sounds dangerous enough, eh?
Untuk kaum yang tersisih dan terlupakan. Untuk mereka yang tersudut dan terdiam. Mari lawan dunia yang marak dengan benci & dengki dengan pijar cinta yang besar!
Bersulang,
RUDOLF DETHU ~ Propagandis SID
www.supermanisdead.net


SID Black Market Love
JRX's Notes
SUPERMAN IS DEAD
-Black Market Love-
Kenapa Black Market Love sebagai judul album ke-6 kita?Pertama, karena it sounds great and dangerous! Kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya Cinta Pasar Gelap> Cinta Rahasia> Kecintaan kita terhadap hal-hal yang dianggap "salah" diperspektif masyarakat mayoritas.Kedua, karena kita ingin menunjukkan resistensi kita kepada dunia, sejauh mana kita mencoba berdiri melawan ketakpedulian, fasisme, diskriminasi, peperangan, pembodohan, kekerasan, materialisme dan budaya basa-basi pembodohan. Ya, kita melawan semua itu dengan cinta yang kita miliki. Sebuah cinta yang membentuk karakter dan siapa diri kita sampai hari ini kita masih bisa berdiri. Cinta, cita-cita dan mimpi kita terhadap musik, perdamaian, kebebasan berpendapat dan berekspresi, bumi pertiwi, kenakalan-kenakalan yang tidak merugikan orang lain dan perlakuan yang sama untuk setiap umat manusia.
Harapannya, tidak ada lagi kaum minoritas yang selalu ditekan, tidak ada lagi kaum mayoritas yang arogan dan memaksakan kehendak. Persatuan. Saling menghargai. Equal respect.
Di album yang direkam di Electrohell Studio, Bali ini, kita banyak melakukan experiment. Kita memasukkan instrument-instrument baru seperti trumpet, akordion, grand piano, organ dan biola. Demikian juga pada lirik dan aransemen lagu. Lebih sentimentil dan berbahaya, bisa dibilang begitu. Beribu puisi jalanan dan mimpi-mimpi abadi peradaban manusia, coba kita tumpahkan sejujur-jujurnya disini.
Kali ini kita banyak memasukkan lirik berbahasa Indonesia karena kita ingin mendidik pendengar. "Within Great Power Comes Great Responsibility" Setelah hampir 11 tahun terlalu banyak memakai lirik berbahasa Inggris, pendengar sering tidak menangkap apa yang kita coba suarakan. Hasilnya, seringkali pendengar hanya menilai kita secara tampak luar dan fashion saja. Salah besar. Padahal sejak awal kita ingin menempatkan musik sebagai media pemberi motivasi untuk anak-anak muda yang sering bingung dan mempertanyakan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan kehidupan.
Untuk lebih jelasnya, kita akan coba terangkan satu persatu amunisi dalam lagu baru di album Black Market Love:
1. Year Of The Danger
Lagu bernuansa "panic" ini bercerita tentang masa-masa kita mulai memasuki tahun-tahun berbahaya hidup di Bali. Teror bom, kekerasan, ketakutan. Rasa tak berdaya kita menghadapi semua itu. "we live in fear, live in disgrace, live in the world of hate wonder if I could survive" dan "how can you believe in peace, will you give a war a kiss?" begitu salah satu penggalan liriknya. Lagu bertempo cepat ini kita harapkan bisa membuka mata hati seluruh umat manusia, untuk mengurangi kebencian terhadap satu sama lain. Ayo bersatu!

2. Bukan Pahlawan
Bertempo sedang, sing-along dan bersahaja. Melodi yang simpel namun menusuk hingga ke tulang. Cocok didengarkan saat hang-out di bar murah bersama kawan-kawan sejati dan mendiskusikan perasaanmu tentang dunia yang telah berhenti tertawa. "aku bukan pahlawan berparas tampan, sayap-sayap pupus terbakar, salah benar semua pernah kulakukan, angkat gelas kita bersulang!" demikian penggalan reffrain-nya. Calon kuat untuk single dan klip pertama kita dari album ini. Dan oya, jangan lupa menyimak permainan organ sahabat kecil kita Philipus disini.

3. Black Market Love
Cukup jelas, lirik lagu ini menceritakan tentang hal yang sama seperti makna judul album kita. "tattoos on my hand, music's on my mind" dan "I wear second hands, hookers are my friends, this will never end, this black market love" begitu bunyi reffreain-nya. Pengaruh The Living End dan The Beatles sangat terasa di lagu ini. Very sing-along. indah dan berani [ups! bukan berani mati, tapi berani nyanyi] Calon kuat single kedua!

4. Marah Bumi
Tempo cepat, dibalut nada sedih biola dibeberapa part-nya. Lagu kemarahan kita terhadap manusia-manusia sombong yang bisanya hanya merusak dan menguras isi bumi tanpa mau memikirkan efek kedepannya. Ya, lagu ini buat Amerika yang sampai sekarang tidak mau menandatangani protokol Kyoto, buat kalian yang suka membuang sampah plastik sembarangan dan buat kalian yang suka menyebarkan permusuhan hingga bumi ini menjadi tempat yang tidak indah lagi. Kita coba mengingatkan kalau saat ini bumi sedang menangis melihat tingkah laku kita semua yang sok paling hebat. Dan saat bumi pertiwi marah, kita semua akan mati. Semua bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini. Pikirkan itu.

5.Citra O.D
Unik, karena ini lagu S.I.D pertama yang menggabungkan bahasa Indonesia dan Inggris dan memasukkan unsur ol-skool-hardcore didalamnya. Kita dibantu oleh Prima [ dari band political Geek?s Smile] di sektor vokal. Menceritakan tentang sifat konsumtif manusia yang makin menjadi-jadi atas nama modernisasi dan popularitas. Begitu banyak remaja kita yang terbutakan oleh media, sinetron, reality show dan sensasi murahan para selebriti kampungan. Semua harus mahal, kulit harus putih, pacar harus anak pejabat and all that superficial stuff. Hari ini pencitraan adalah segala-galanya, uang dan tampilan fisik selalu dianggap raja. Kita melawan semua itu. Titik!

6. Strong Enough
Berkarakter dewasa, lurus dan tebal. Cocok didengarkan dalam perjalanan jauh [tapi jangan terlalu jauh ya]. Menceritakan tentang keadaan band kita yang tetap berdiri tegap menantang arah sampai detik ini walaupun sempat melalui masa-masa sulit. Difitnah, dilempari, diludahi dan dipukuli. Ya, kita masih ada dan akan tetap setia bermain musik untuk menyebarkan harapan, cinta dan kesenangan. Hentikan permusuhan dan mulailah menabung karma yang lebih baik.

7. Psycho Fake
Sangat cepat. Bermuatan hampir sama dengan lagu Citra O.D, namun lebih menjurus ke gaya anak-anak muda yang senang berpenampilan sok psycho dan mempunyai masalah kejiwaan namun sebenarnya itu semua gak lebih dari sekedar aksi untuk menarik perhatian [kaum wanita]. Ya, kita berbicara tentang rockstar-rockstar palsu yang berpenampilan [maunya keliatan] gothic, yang kalo difoto pengin keliatan "ada yang tidak beres dengan masa kecilnya". Jaket dan celana kulit, boots besi-besi, anting di wajah, rantai dimana-mana, rambut gaya terkini tidak lupa diwarnai supaya keliatan funky. Gitar Ibanez ampli Marshall, pas manggung mainin lagu yang liriknya pop komersil kacangan. Aduh, balikin tuh duit tiketnya!

8. Bangkit & Percaya
Jeritan hati kecil minoritas. Lagu sentimentil tentang rasa kehilangan dan kemarahan. Khusus dedikasikan untuk korban-korban bom di Indonesia dan sahabat-sahabat yang lebih dahulu meninggalkan kita. Disini kita masukkan denting grand piano dan biola untuk menambah nuansa murung. Tapi jangan salah, tempo lagu ini sama sekali tidak pelan. Sadness in the right speed. Liriknya "amarah yang tak tertahan, kematian langitpun hitam, atas nama cinta dan harapan yang tenggelam, ku kan bangkit dan percaya"

9. Anger Inc.
Marah! Tapi berdansa rockabilly-ska sambil sesekali menyisiri rambut hitam mu. Kemarahan dalam mempertanyakan apa itu kebenaran. Apakah suara terbanyak itu selalu yang paling benar? Kalau begitu, kebenaran hanyalah jumlah nominal yang bisa diatur-atur. Kalo ada beberapa preman pakai tato, apakah kita otomatis menjadi seorang preman jika kita juga punya tato? Ugh! Jadi bingung sendiri. The truth is, kita bikin lagu ini sambil berharap kalo kita emang benar band punkrock yang gagah berani, bukan boyband jadi-jadian. Highlight-nya ada pada vokal Eka Rock yang untuk pertama kali benar-benar bernyanyi di album S.I.D. and he did it pretty well. Saudara saudara, saatnya menunjukkan taring dan kumis kucing anda. Haha!

10. Goodbye Whiskey
Balada riang bertemakan seorang alkoholik yang harus berhenti menenggak whiskey karena ia gak ingin cepat mati. Hmm?.ironis. Simpel bernuansakan country/cowboy. Pas untuk perjalanan melewati gurun Las Vegas, trus balik lagi karena gak punya duit buat minum dan main judi. Riang namun tersirat kesedihan yang mendalam. Layaknya lagu sepasang kekasih yang tak rela dipisahkan setelah belasan tahun memadu racun.
Liriknya "remember when we were downtown, punkrock song and I hold you thight like there's no tomorrow". Curian melodi-melodi nakal dari Leo [from new-skool rockabilly act Suicidal Sinatra] mengajak kita membayangkan perpisahan yang gagah di dalam sebuah bar kayu. Yap, perpisahan untuk sesuatu yang "katanya" lebih bagus emang kadang perlu.
Bukan begitu, kawan?

11. Menginjak Neraka
Hmmmm, agak susah dengan yang satu ini. Benar benar keluar dari pakem punkrock pada umumnya. Tapi hey, punkrock gak bisa diukur dari jenis musik. Punkrock adalah kejujuran dan keberanian untuk melawan arus. Lagu ini pure experiment. Terselip nada-nada Spanyol dengan beat tango dan tiupan maut trumpet beracun Mr.Fahmi [from chicano-punk mafia Devildice] Belum lagi tarian akordion dari jemari Philipus yang seolah menyampaikan pesan kalau hari terakhir sudah dekat. Menakutkan. Eksotis. Kolosal. Namun tiba-tiba dibanting gesekan gitar dan vokal bertendensi grunge dipertengahan lagu. Check out the amazing backing vocal section di akhir lagu. Gospel from hell.
Lagu ini bercerita tentang dosa, malaikat dan permintaan maaf kepada Tuhan.
Deep and unpredictable.

12. Kita Vs Mereka
Lagu kebebasan. Liriknya terinspirasi dari kejadian yang menimpa Inul dan kaum-kaum yang ditekan di seluruh Indonesia. Ya, kita bersimpati dan akan selalu mencoba berada di pihak orang-orang yang dijajah oleh sifat munafik masyarakat kita yang mencintai fasisme dan keseragaman. Kita ingin bertanya. Kenapa semua harus seragam? Bukankah dunia ini akan lebih baik jika kita bisa hidup saling jaga walaupun kita berbeda beda. Setiap manusia kan berhak untuk hidup dengan cita-citanya sendiri. Selama kita tidak merugikan orang lain, apa salahnya untuk mencoba menjadi diri sendiri. Jika ingin menjadi manusia yang lebih baik, jangan orang lain yang malah diatur-atur. Btw, lagu ini sangat simple, model punk tahun 77. "jarum dan tinta, kulit berwarna, buktikan kubisa, kan kurubah dunia!" begitu salah satu liriknya.


13. Lady Rose
Cos every thugs needs a lady. Hanya orang bodoh yang bilang punkrocker ga boleh nulis lagu tentang cinta. Lupakan lirik cinta tipikal Indonesia yang manja dan sok ganteng. Lagu ini ditulis dengan darah dan keringat. Maskulin. Penghargaan tertinggi untuk malaikat yang menyelamatkan seorang tentara mawar hitam dari drugs dan kehancuran. Bersenjatakan gesekan slide-guitar dari Dadang [of grunge-heroes Navicula], backing vokal menyentuh dari Sari [of goth-punk Nymphea] dengan iringan old-skool organ. Balada 3 kunci ini memiliki kerendahan hati, keberanian dan rasa terima kasih dari hati yang paling dalam. Dengarkan disaat kalian ingin mengungkapkan rasa cinta yang sebenar-benarnya kepada penyelamat kalian. "you're the heart of the crowns and the blood of all my lifetime, you are my lady rose". Sekuat Johny Cash dan seromatis jutaan mawar merah.

14. Tomorrow
Harapan untuk perdamaian dan dunia yang lebih baik. Kita membayangkan kalau seluruh pemimpin negara dan agama meletakkan mahkotanya dan saling berjabat tangan untuk satu tujuan, menghentikan perang. Lupakan dendam, lupakan sifat megalomaniac, lupakan kepentingan dan perbedaan. Kita semua satu. Dan kita percaya kalau tidak ada manusia yang tidak memimpikan hari esok yang lebih baik. Lagu ini sengaja kita kemas dalam nuansa tegang dan sedikit horror, karena itulah perasaan kita yang sebenarnya terhadap dunia ini. Kita cemas dan menginginkan suatu perubahan. Mencoba menyelamatkan dunia ini dengan cara yang kita bisa. Kaum silent-majority, tunjukkan kalau kita ada! Terdengar ambisius dan berlebihan? Kita tidak peduli.
Yup, itu tadi sekilas tentang muatan lagu-lagu kita di album Black Market Love. Kita benar-benar berharap album ini bisa memberikan harapan, support dan motivasi bagi teman-teman yang selalu merasa tertekan dan dirugikan. Untuk kaum yang tersisih dan terlupakan. Untuk kalian yang tersudut dan terdiam. Ayo sama-sama kita lawan dunia kebencian ini dengan sepenuh cinta yang kita miliki. Cinta bisa membunuh, tapi cinta juga yang kan menyelamatkan dunia. Jika kita percaya.
Cheers, cherry and dynamite,
jrx

Tulungagung,He're we go !!


Ada sepenggal cerita menarik dari kami tentang perjalanan kami,melihat acara musik yang diisi oleh salah satu band yang mungkin sudah cukup populer dikalangan anak anak punk. Yap,enggak salah lagi band itu adalah pioneer dari bali terlahir dengan nama Superman Is Dead.beranggotakan tiga orang berusia 20 an.mereka adalah EKA ROCK pada Bass dan juga merangkap sebagai backing vocal, BOBBY KOOL pada vocal dan guitar,dan penggebuk drum ada JRINX.
Perjalanan dimulai hari minggu tanggal 31 juni 2009. wisnu dan anak pesantren (saya enggak tau namanya) berangkat dengan naik kendaraan umum.dalam artian,yyaa nebeng lah. Kemudian disusul kucing,hamam a.k.a lala,jhuki,don_bendol,tom zhym,dan kanchil berangkat sekitar jam 11 siang dari ponorogo dengan menggunakan sepeda motor. Saya enggak tau setelah itu apa yang terjadi,karena saya berangkat bersama bang kenthos.
Saya berangkat sama bang kenthos sekitar jam 04.15,dari rumah saya.sebelum berangkat saya minta izin sama bokap dan setelah itu,kita langsung on the way.dalam perjalanan saya sangat gemetaran.ya maklum lah,ini kali pertamanya saya ikut nonton konser musik punk.dan yang bikin saya lebih gemetaran,yang saya lihat ini bukan konser band band yang seperti lainnya. “ini band yang bakal manggung adalah band idola gw.”,kata kata itu yang sedang melayang di benak saya..saat on the way,cuaca sedikit buruk. Karena di daerah trenggalek, jalanan sedikit licin karena abis diguyur hujan.dan suhunya sedikit menusuk tulang rasanya.untungnya kami berdua sudah membawa jaket untuk melindungi dari rasa dingin yang kerasa sampe tulang..ya,kita nikmati ajalah perjalanan ini.
Adzan maghrib terdengar dan kami pun masih dalam perjalanan.selang 54 menit an,kami sampai di kota yang kami tuju.TULUNGAGUNG...he’re we go!! Kami sempet bingung juga lokasinya dimana.daripada kita nyasar,lebih baik kita tanya bentar ma warga sekitar,dan juga sms temen temen kami yang udah nyampek sana duluan.dan gak lama kemudian,kami sampailah di tempat.
Awalnya kita kayak orang bingung.habis itu bang kenthos sms don_bendol.lagi dimana mereka??,katanya siih lagi nongkrong dideket terminal.mungkin karena capek,bang kenthos dan saya enggak nyari mereka.kita beli minuman dulu untuk melepas dahaga.setelah itu kami berdua masuk ke lokasi.kita duduk deket pintu masuk sambil menikmati suasana sekitar dan musik dari band yang enggak saya kenal juga.heuheuheu :”).ga lama kita ngobrol,kita ketemu dengan temen kami yang namanya wisnu.ternyata si wisnu juga lagi nyari temen temen.ya kita sempet sempetin ngobrol bentar sama wisnu. Abis itu wisnu cabut,eh balik lagi itu anak.dan saat melihat ke arah pintu masuk,siapa kah yang datang. Yap,saya menyebutnya dengan sebutan RKP (Rombogan Kakean Polah) yang terdiri dari brandal brandal bau yang bernama kucing,hamam a.k.a lala,jhuki,don_bendol,dan kanchil. Dan inilah saat kami bersama.kami semua masuk ke arena dan inilah dia kita menemukan sedikit masalah kecil. Saya enggak bawa kartu identitas. Padahal di papan atas dituliskan,”acara ini tanpa dipungut biaya,sialahkan tunjukan kartu identitas anda”.jelas aja,saya enggak bisa masuk. Kartu pelajar saya masih ditahan disekolah.dan saat ini saya juga belum punya KTP [jangankan KTP,orang saya ajja masih ingusan.hwuahahah].saat nungguin temen temen nyariin pinjeman KTP buat saya,kita bertemu dengan outsider madiun juga.dan salah satunya adalah tama dan vemo gaskin.selang 15 menit an,temen temen back again dan akhirnya dapet juga.milik outsider tulungagung.ya udah,tunggu apa lagi..? langsung aja kita masuk.arena yang saya datangi ini sungguh menyeramkan.gimana enggak,BECYEK banget.heehehhe..:).tapi itu buka pengahalang untuk kita berhenti bersemangat untuk nonton “pahlawan” kami beraksi. Opening this concert with Saint Loco. 3 atau 4 lagu udah terdengar di telinga kami dengan suara yang khas dari vokalisnya,joe. Setelah the last song with tittle “kedamaian” mereka turun dari stage. Dan inilah dia saat yang saya dan temen temen serta all outsiders tunggu. Saat lampu stage agak dikurangi keterangannya,masuklah seorang laki laki dengan celana panjang,pakai baju merah,dan rambut agak model mohawk tapi pendek(g tau dah saya namanya apa). Siapa yang enggak kenal dia. Dia adalah JRINX,disusul BOBBY KOOL, dan EKA ROCK yang terakhir.BOBBY sang vokalis menyapa all outsiders dengan senyumnya yang sangat khas. “jangan ada yang berantem atau pa.kita sama sama happy happy aja disini”,itulah keinginan sang vokalis. Bass,Guitar,n Drumm sama sama dicoba,udah baik belum semuanya,atau suaranya kurang gimna dan segala macem lah.. Yang saya suka di moment ini adalah,saat EKA mencoba bassnya,mungkin kurang pas kali ya.nah si BOBBY tau kalo suaranya masih Fals. Dan menyetel bass EKA dengan memutarnya sedikit. ‘n he’re the first song !! BUKAN PAHLAWAN. Kami semua dengan senyum yang terpasang indah di wajah kami disertai dengan semangat. All outsider menggerakan badannya mengikuti musik yang di bawakan Superman Is Dead..lagu kedua adalah GOODBYE WHISKEY. Ketiga,SAINT OF MY LIFE.keempat,KUAT KITA BERSINAR. Dan tunggu sejenak,sang vokalis berkata sesuatu yang sangat tidak kami sukai. Oh my god! JRINX sedang dalam kondisi yang buruk. Kabar buruknya,JRINX enggak bisa ngelanjutin konser ini. “sepertinya JRINX tidak bisa melanjutkannnya..tapi kita masih punya satu lagi.lagu ini sama sama kita nyanyikan untuk JRINX, JIKA KAMI BERSAMA featuring SHAGGY DOG. karena SHAGGY DOG ga bisa dateng,mari kita bernyanyi bersama saja”,BOBBY said. Okelah, alunan guitar yang merdu dari BOBBY disusul dengan pukulan drumm dan bass kami semuanya bernyanyi bersama. Saya yang kebetulan sangat hafal dan suka,dengan semangat yang menggebu terus mencoba untuk menyanyi sampai saya merasa seperti kehabisan oksigen ditempat itu. Dan inilah akhir dari acara ini. JRINX pun udah ga kuat,dengan diboyong bersama dua orang untuk kembali ke backstge. Akhirnya “pahlawan” kami gugur.hanya lima lagu yang kami dapat.tapi itu tak membuat kami putus asa.kami tetep bahagia dan bubar dengan tenang. Setelah keluar arena kami istirahat sejenak dibawah tiang listrik tidak jauh dari pintu masuk.kami melepas rasa lelah kami dengan tertawa bersama. Untuk mengabadikan momment ini,andry bareng tom zhym mengambil foto kami bersama. Lelah yang menyerang tubuh kami akhirnya pergi dan kami putuskan untuk cari makan dan tempat istirahat yang nyaman.
Pilihan jatuh didepan hotel NARITA,TULUNGAGUNG. Didepan hotel juga ada warung lesehan yang nyaman dan lumayan luas. Saat kami masuk, disanalah kami bertemu dengan JOE Saint Loco. Sebelumnya kita pesen makanan dan minuman. Nungguin datengnya pesenan,kami sempatkan berpose dengan JOE dan enggak lupa juga minta tanda tangan. Dan disitulah kami juga berspisah dengan JOE. Minuman udah dibayar ma JOE (adududuh,baik hatinya) hahaha. Dan,it’s our boring time. Masyallah lamanya ga nanggung nanggung pesenan kami ga datang datang. Sampai saya tinggal tidur sebentar saja masih belum ada makanan. Ya udahlah,kita ngobrol lagi,ketawa ketiwi bersama sambil lihat foto foto yang kami abadikan di dekat pintu gerbang masuk arena tadi. Enggak nyampek 1 abad,makanan kami datang. And now it’s time to dinner!! Yeah. Abis kenyang,kita putuskan untuk pulang. Nah ini dia yang kami suka,kami kembali lagi berfoto. Tidak dengan JOE,atau temen temen. Melainkan dengan BOBBY dan EKA. Oh my god,saya hampir pingsan rasanya saat melihat mereka.”tampak berbeda”,itulah ungkapan yang terlintas dibenak saya. Kami juga sempatkan bertanya sama BOBBY dan EKA tentang keadaan JRINX. Ternyata keaadaanya masih buruk. Dengan segudang kebahagiaan dan senyum yang teramat lebar, kami berpamitan kepada BOBBY dan EKA. Dan kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Ditengah tengah sunyinya malam yang sangat dingin,dan lelah kami.kami terus berjalan mengendarai motor kami masing masing. Didaerah mana ya, saya juga kurang tau.kami tidak sanggup melanjutkan perjalanan dan keputusan akhir kita adalah menginap di tempat sodara teman kami,bang kenthos. Kita turunkan tas dan melepas sepatu. Dan sebelum tidur kami menyantap sate yang di bawa tom zhym yang sebenarnya di alamtkan pada EKA. HUUUAAAHH,kenyang sekali lagi perut kami. After that,we started to sleep. Sebenernya saya sempet ga enak sama temen temen. Meraka tidur diluar dan saya tidur didalam. Mereka maksa,ya sudahlah.
When the morning comes, sayalah yang bangun untuk yang pertama. Disusul sama hamam a.k.a lala,dan temen temen yang lain. Saya sempet ketawa ketiwi lihat don_bendol ma jhuki tidur. I think,they are like a mom and her son. Ahhahaa...pagi pagi sudah menggila lagi. Saya lihat ada kopi disitu.langsung diminum saja lah,dari pada mubazir. Kita cuci muka dan menatap langit dengan senyum indah kami. Inilah saat dimana saya merasa tidak enak hati sama sodara bang kenthos. Kami dimasakin,buat sarapan pagi. Kita enggak bantuin pula. Gimana enggak enak coba??.habis itu kita langsung menyantap nasi putih hangat,sayur kuning,dan mie dengan kerupuk. Kita sangat menikamti sarapan kami sambil bercanda. Dan jam 07.13 kami pamit sama sodara bang kenthos dan melanjutkan perjalanan....
Dijalan kita berhenti sebentar, si bang kenthos... ehm...ehm...-sensor-. Sambil nunggu sebentar,kami menikmati panorama yang luar biasa indahnya. Dan kami berpose lagi bersama. Tom zhym emank jago banget ngambil gambar yang tepat. Dan kami langsung on the way to go home again...(hhuurrrraayyy).di derah Sambit kami berpisah,temen temen langsung dan kami berhenti sebentar untuk mengisi bensin. Dan melanjutkannya kembali.
Doa syukur kami persembahkan untuk Allah S.W.T, karena kami selamat sampai rumah masing masing. Alhamdulillah...
Hanya itulah yang bisa kami sampaikan, tentang perjalanan kami selama di Tulungagung
Thank’s to,
BOBBY KOOL, EKA ROCK, and JRINX ( We Love You). And for JOE.

Sabtu, 13 Juni 2009

Press Release : ANGELS AND THE OUTSIDERS


Rasanya sudah 100 tahun lamanya tidak menginjakkan kaki di studio rekaman. And before we jump to the main topic, one thing we must admit, the beginning of this year 2008 and half of 2007 was disaster for Superman Is Dead! Semua terasa berat.

Diawali dengan penghianatan besar, konflik fatal dalam manajemen, kebangkrutan dan ditinggalkan oleh yang tercinta. Semua terjadi secara beruntun bak novel tragedi dari Rusia. Dingin dan tanpa ampun. Dan kita tidak bertambah muda. Dikejar usia, jadilah beban hidup terasa semakin berat dan menghantui setiap inchi langkah yang kita ambil. Saat itu SID seperti kehilangan nyawa dan akal sehat.

Kebingungan dan hampir menyerah.

Tapi untung saja tidak. "Apapun yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu lebih kuat". Don't ever fuck with that old saying coz we are the living proof. Setelah hampir setahun hancur lebur dihajar depresi dan segenap negativitas-nya, perlahan kita seperti kembali menemukan jati diri kita, siapa kita dan apa yang kita inginkan. Ditengah rasa sakit kita banyak belajar tentang hidup. Dan satu hal signifikan, malaikat akan selalu ada disana selama kita masih percaya. Energi. Api kebencian, cinta dan airmata. Itulah malaikat. Persahabatan, kesetiaan dan harapan. Itulah malaikat.

Dan kita pun terselamatkan.

Perlahan kita mencoba berdiri lagi, menulis lagu, menorehkan lirik bertintakan air mata dan alkohol untuk menemukan kembali alasan kenapa kita berada di band ini. Dan jangan pernah lupakan rasa terima kasih dari hati kami yang paling dalam untuk semua fans, sahabat dan keluarga yang tiada henti siang malam gelap terang memberi api semangat nan tulus kepada kami. We're so so lucky to have you!

Berbekal harapan setinggi matahari, akhirnya kami benar-benar bisa berdiri dan semua masalah mulai menemukan jalan keluarnya.

Masih memakai sound engineer Yoni dan dengan sound yang jauh lebih tebal dan matang, album ke 7 ini dibuka dengan Kuat Kita Bersinar dimana kita memadukan suara tulus anak-anak panti asuhan diiringi denting indah piano dari musisi jazz tangguh Erik Sondy. Kemudian Jika Kami Bersama, sebuah masterpiece dimana SID untuk pertama kalinya berkolaborasi penuh dengan Jogjakarta kings Shaggy Dog. This track is guaranteed gonna bring your ass right to the party!

Kemudian rasa salut dan hormat terdalam untuk sekumpulan anak muda yang tak mengenal rasa takut dan selalu ada untuk SID kita tumpahkan dalam We Are The Outsiders.

Kesedihan dan konten rasa kehilangan kita balut dengan gagah dalam Nights Of The Lonely [featuring Sally Jo Saharadja on violin], Menuju Temaram dan Memories Of Rose yang maha panas dimana perpaduan gitar flamenco Hendra Telephone dan permainan trumpet dahsyat Rio Saharadja akan membuat anda seolah berada di gurun Mexico dengan tequila kadaluwarsa ditangan kiri dan pistol di tangan kanan.

Lalu di track Pulangtema kerinduan akan 'rumah' dituangkan dengan semangat rockabilly nan membara dan tiba tiba terselip nada gulana suling bambu Bali dari Gembul drummer Navicula. Aneh? You'll be the judge. Tak usah terlalu lama terjebak dalam kesedihan karena kita akan menggebrak pesta pesta liar jalanan dengan Poppies Dog Anthem [based on a true fuckin story], Punkrock Lowrider dan Twice In Paradise.

Luka Indonesia yang memuntahkan rasa cinta kami pada negara dan kolaborasi dengan alat musik tradisional Bali terjadi disini, it's totally Rock-A-Bali! Tema persatuan dan harapan untuk dunia yang lebih baik juga ada di U.T.W (Unfuck The World) dan Nuansa kecintaan terhadap pada anak-anak kita pertahankan dalam lirik-lirik jujur Saint Of My Life [feat.Alit Anima on organ], Close To Fly Away, dan The Days Of The Father. Punkrock sayang keluarga. Haha.

Itulah 15 track yang berhasil kita rekam dalam masa masa terberat dalam karir kita, namun matahari sudah kembali bersinar dan hingga detik ini kami merasa seperti ribuan macan lapar yang siap menerjang apapun dan siapapun yang berdiri dijalan kami.

Released by
SONY Music Entertainment Indonesia, 16 Februari 2009

For further info, please contact:
Lia Pasaribu
outSIDer Inc./Superman Is Dead Management
081 70 6666 88
www.supermanisdead.net
www.myspace.com/supermanisdead



*sumber : http://www.supermanisdead.net/nl.php?id=124

RockABilly

Hubungan erat antara musik blues dan country bisa ditelusur sejak dari rekaman lagu-lagu country tahun 1920-an. Julukan untuk bintang musik country Jimmie Rodgers adalah "Blue Yodeler" atau penyanyi yodel bergaya blues. Lagu-lagu hit dari Jimmie Rodgers banyak yang berirama blues, walaupun aransemen dan warna musiknya berbeda dari penyanyi blues kontemporer seperti Blind Lemon Jefferson dan Bessie Smith.[1]

Di sepanjang dekade 1930-an dan 1940-an lahir dua warna musik baru, Western Swing dan Hillbilly Boogie. Grup musik Bob Wills and his Texas Playboys merupakan bintang laris dari genre musik Western Swing yang memadukan cara bernyanyi musik country, teknik steel guitar, dan grup big band berirama jazz. Setelah Amerika Serikat dilanda demam boogie-woogie di tahun 1940-an, penyanyi country seperti Moon Mullican, Delmore Brothers, Tennessee Ernie Ford, dan Maddox Brothers and Rose mulai merekam lagu-lagu dalam warna musik baru yang dikenal sebagai "Hillbilly Boogie." Mereka memadukan gaya bernyanyi dan lirik musik country yang sederhana dengan ritme bass berirama boogie.[2]

Bill Monroe adalah perintis irama musik Bluegrass yang merupakan gaya baru musik country yang terdengar sangat konservatif. Lagu-lagu Bill Monroe banyak yang berirama blues, dan sebagian lagi berirama folk ballad atau lagu irama musik parlor. Earl Scruggs adalah pemain banjo grup musik pimpinan Bill Monroe yang memperkenalkan petikan banjo yang cepat, sehingga musik yang dihasilkan menjadi bersemangat dan penuh energi.[3] Tempo yang cepat juga merupakan ciri khas rockabilly ditambah pameran keterampilan memainkan alat musik.

Di awal tahun 1950-an, Hank Williams dan Lefty Frizzell yang bergaya musik Honky Tonk merajai lagu-lagu yang diputar di jukebox. Tema lagu-lagunya kebanyakan tentang pesta, putus cinta, dan ketidakadilan dalam hidup. Musik seperti ini cocok untuk kalangan pekerja yang senang berkumpul di bar untuk melewatkan malam minggu dengan minum-minum, mencari pacar atau teman berkelahi. Suasana meriah seperti ini ternyata lebih pas lagi kalau mendengar musik berirama rockabilly yang memiliki ritme lebih cepat dan lirik berisi luapan emosi secara terang-terangan. Era Hank Williams tidak berlangsung lama karena sang bintang tewas akibat kecelakaan lalu lintas di malam tahun baru 1953. Kecelakaan ini terjadi beberapa bulan sebelum Elvis Presley memulai rekaman di studio Sun.[4]

Elvis Presley tampil memadukan citra generasi pemberontak ditambah gaya liar dalam bermusik Hank Williams dengan karisma remaja James Dean. Wajah tampan, pertunjukan seksi penuh skandal, dan musik yang inovatif menjadikan Elvis sebagai idola baru di kalangan remaja. Musik rockabilly disukai remaja karena lekat dengan citra pemberontak, seksualitas, dan kebebasan dari belenggu formalitas yang diciptakan orang tua dan tokoh masyarakat. Elvis Presley dan genre rockabilly merupakan perintis gaya rock n' roll yang secara khusus dimainkan orang berkulit putih, dan sekaligus menyalakan revolusi budaya yang dampaknya masih terasa hingga sekarang.[5][1]

Pada 12 April 1954, Bill Haley masuk studio di New York untuk merekam "(We're Gonna) Rock Around the Clock" dalam versi yang lebih berisik dari versi irama country yang pernah dicoba sebelumnya.[6] Bill Haley sebenarnya sudah merekam lagu-lagu berirama rockabilly tiga bulan lebih awal dari Elvis, tapi kalah terkenal. Sehubungan hal ini, penulis dari lembaga Rockabilly Hall of Fame, Alex Fraser-Harrison mengatakan bahwa Elvis didukung staf yang lebih baik dalam soal hubungan masyarakat.[7] Sambutan terhadap lagu "Rock Around the Clock" mulanya cuma biasa-biasa saja, tapi segera menduduki puncak tangga lagu di seluruh dunia setelah dijadikan lagu tema film Blackboard Jungle.[6]

[sunting] Kelahiran rockabilly

Sam Phillips adalah seorang pemilik label rekaman independen bernama Sun Records di Memphis, Tennessee. Selama beberapa tahun, pengalaman Sam Phillips terbatas pada merekam dan mengedarkan musik yang dibuat pemusik blues dan country lokal. Selain itu, studio rekaman miliknya disewakan kepada orang yang kebetulan lewat dan kebetulan ingin membuat rekaman musik sebagai kenang-kenangan. Salah satu orang lewat dan ingin merekam suaranya adalah Elvis Presley. Sam Phillips pernah berkata, "Kalau saja aku dapat menemukan penyanyi berkulit putih dengan suara dan kepekaan orang berkulit hitam, aku bisa untung satu juta dolar."[8] Dalam diri Elvis, Sam Phillips menemukan segalanya yang ia cari.

Elvis dipasangkan dengan musisi band lokal berirama country, gitaris Scotty Moore dan pemain bas Bill Black. Trio ini berlatih memainkan lusinan lagu, mulai dari country tulen, lagu-lagu hit Dean Martin, hingga lagu gospel. Pada 5 Juli 1954, mereka merasa jenuh karena terus menerus rekaman di studio Sun dan memutuskan untuk mengambil waktu istirahat. Elvis menghibur diri dengan memainkan lagu lama berirama blues yang segera diikuti Scotty dan Bill. Sam terkesan mendengar blues yang mereka mainkan dan meminta agar lagu diulang dari awal. Lagu bersejarah tersebut adalah "That’s All Right" yang direkam dan diedarkan sebagai singel pertama Elvis pada 19 Juli 1954.

Warna musik "That's All Right" betul-betul baru, walaupun Elvis hanya menggabungkan unsur-unsur yang sudah dikenal sebelumnya. Pemusik Carl Perkins menyebut rockabilly sebagai "irama blues dengan beat country." Lagu "That's All Right" memang lagu blues yang dimainkan dengan tempo bluegrass yang cepat. Permainan bas Bill Black yang lincah dan gitar lead yang penuh perasaan dari Scotty Moore menjadi ciri khas lagu ini. Ditambah jangkauan vokal Elvis yang luas, lagu ini sangat digemari remaja waktu itu yang sedang mengidam-idamkan kebebasan. Selanjutnya, Elvis kembali masuk rekaman, kali ini dengan lagu berirama bluegrass, "Blue Moon of Kentucky" yang dibawakannya dengan gaya yang sama.[1]

Lagu "Blue Moon of Kentucky" langsung disukai pendengar setelah diputar stasiun-stasiun radio di kawasan Memphis. Setelah masuk tangga lagu lokal, lagu ini mulai diputar di berbagai stasiun radio di daerah Selatan. Pendengar ternyata tidak bisa mengenali warna kulit penyanyi lagu "Blue Moon of Kentucky" hanya dari mendengar suaranya saja. Penggemar terbesar lagu ini ternyata datang dari pendengar stasiun radio berirama country. Pada waktu itu, orang masih belum tahu bagaimana harus menyebut nama jenis musik ini. Elvis menyebut musiknya sebagai "The Hilbilly Cat" dan "King of Western Bop". Nama "rockabilly" diperkenalkan kemudian dan ternyata terus melekat hingga sekarang. Hingga di tahun berikutnya, Elvis masih merekam 4 buah singel lagi untuk studio Sun. Semuanya direkam Elvis dengan resep yang sama, campuran blues dan country. Lagu-lagu Elvis menjadi standar gaya rockabilly dengan ciri khas berupa "tempo tinggi" dengan betotan bas, petikan gitar penuh perasaan, permainan gema, dan sering meneriakkan "Go man go". Ciri khas lain adalah vokal yang sangat emosional dan energetik, seperti orang tersedak atau gagap bernyanyi, atau suara yang terjun dari falseto ke bass dan sebaliknya.[9] [10]

[sunting] Pemusik rockabilly terkenal

Setelah Elvis Presley menjadi sangat terkenal, perusahaan rekaman Sun menjual kontrak dengan Elvis kepada RCA Victor seharga AS$ 40 ribu. Uang tersebut dipakai Sam Phillips untuk melakukan perluasan dan renovasi studio rekaman. Dari studio Sun kemudian lahir bintang-bintang seperti:

Penyanyi dari label rekaman Sun yang berhasil meraih penjualan di atas satu juta kopi dengan lagu "Blue Suede Shoes". Karier Carl dan band pengiringnya hancur bersama kecelakaan lalu lintas ketika sedang menuju New York untuk tampil di televisi. Sewaktu Carl dan rekan sedang dirawat berbulan-bulan di rumah sakit, "Blue Suede Shoes" melejit di tangga lagu dan turun lagi secara pelan-pelan. Carl Perkins berhasil sembuh, namun tidak lagi pernah berhasil menciptakan lagu hit.
Jerry perlu menjual semua telur-telur dari peternakan ayam milik ayahnya di Ferriday, Louisiana supaya bisa ikut audisi di studio Sun. Warna permainan piano Jerry Lee Lewis sangat unik dan aksi panggungnya sangat keterlaluan. Setelah menjual rekaman sebanyak 4 juta kopi, Jerry diasingkan para penggemar karena menikahi keponakannya sendiri yang berusia 13 tahun.
Penyanyi ini memulai karier sebagai penyanyi rockabilly di studio Sun, walaupun nantinya lebih dikenal dengan lagu-lagu ballad produksi Monument Records di awal tahun 1960-an.
Pesaing Elvis sang raja rock n' roll, Johnny Cash sering disebut "pangeran rockabilly". Musik Johnny Cash terkenal sederhana dan mudah dimengerti banyak orang. Salah satu lagunya yang menjadi klasik adalah "Folsom Prison Blues".

Selain bintang rockabilly asal studio Sun masih banyak lagi penyanyi rockabilly lain yang berhasil menciptakan lagu hit, dan menjadi panutan pemusik rock generasi berikutnya. Beberapa di antaranya tewas di usia muda.

Buddy Holly adalah penulis lagu sekaligus gitaris berbakat, dan vokalis yang unik. Sebagian besar lagu-lagunya yang menjadi hit adalah hasil ciptaan sendiri, misalnya "That'll Be the Day" dan "Peggy Sue". Buddy Holly tewas dalam kecelakaan pesawat tahun 1959, tapi rekamannya terus populer (terutama di Inggris), dan menjadi inspirasi bagi pemusik lain.[11]
Ketika Elvis sudah mulai populer, Johnny Burnette dan rekan-rekan sebaya berhasil masuk dalam acara televisi pencari bakat, "Original Amateur Hour" yang dipandu Ted Mack. Rekaman Johnny Burnette yang berirama rockabilly ternyata tidak ada yang sukses. Burnette justru sukses dengan lagu-lagu pop seperti "You're Sixteen" dengan target remaja belasan tahun. Burnette tewas tenggelam sewaktu kapal kecilnya ditabrak kapal lain di tahun 1964.[12]
Kostum kulit berwarna serba hitam, lagu-lagu bertema seks, dan hal-hal berbau bahaya menjadikan Gene Vincent sebagai moyang penampilan para rocker. Anggota band pengiringnya, the Blue Caps juga terdiri dari pemusik berbakat. Setelah mencatat penjualan di atas 1 juta kopi di AS dengan "Be-Bop-A-Lula" dan "Woman Love", kepopulerannya memudar. Di Eropa, Vincent terus populer hingga meninggal akibat sakit lambung di tahun 1971.[13]
Seperti halnya Chuck Berry, lagu-lagu Eddie Cochran mengangkat pengalaman masa remaja secara jenaka. Eddie adalah gitaris sekaligus penulis lagu berbakat dengan lagu-lagu hit seperti "Summertime Blues", "C’mon Everybody", "Sittin’in the Balcony", dan "Something Else".[13] Di tahun 1960, Eddie mencatat sukses dalam tur bersama Gene Vincent di Inggris, tapi mengalami kecelakaan dan tewas sewaktu menuju bandar udara hendak pulang ke Amerika.[13]
Lusinan lagu Rick Nelson menjadi hit di akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an. Lagu "Hello Mary Lou", "Lonesome Town", "Travelin' Man", dan "Poor Little Fool" dikerjakan Rick Nelson bersama pemusik aliran rockabilly ternama seperti Johnny Burnette dan James Burton. Setelah tahun 1964, Rick Nelson hanya berhasil mencetak dua lagu hit, namun terus berusaha memenangkan hati penggemar di dua dekade selanjutnya. Rick Nelson tewas dalam kecelakaan pesawat di tahun 1985.[14]

Aliran rockabilly tidak selalu didominasi pria. Wanita penyanyi rockabilly seperti Wanda Jackson, Janis Martin, Jo Ann Campbell, dan Alys Lesley sempat mencatat hit kecil-kecilan dan melakukan tur. Walaupun demikian, lagu-lagu mereka tidaklah sepopuler penyanyi rockabilly pria. Pengaruh wanita penyanyi rockabilly di masa itu nantinya baru terasa berpuluh-puluh tahun kemudian ketika Becky Hobbs, Rosie Flores, dan Kim Lenz membangkitkan kembali rockabilly.[15]

Di Amerika Serikat, musik rockabilly mencapai puncak kepopuleran sepanjang tahun 1956 dan 1957, tapi praktis tidak disiarkan lagi di radio setelah tahun 1960. Musik rockabilly bertahan agak lebih lama di Inggris hingga di pertengahan tahun 1960-an.

LowRider bike

A lowrider bicycle is a highly customized bike with stylings inspired by lowrider cars. These bikes often feature a long, curved banana seat with a sissy bar and very tall upward-swept handlebars known as apehangers. Excessive chrome, overspoked wheels and velvet are common accessories to these low and bizarre custom bicycles.

Lowrider bikes first appeared in the 1960's in America. It was started by 'Custom King' George Barris who customised automobiles. Kids would copy his work on their bikes usually using common muscle bicycles, allowing those who were too young to drive a car to have a custom vehicle.

Schwinn was the first company to launch a muscle bike in the form of the Sting-Ray. Now bikes had become more than just a form of transport, they were now fun.

George Barris was the first to customise the Sting-Ray and had them featured in the Munsters. Eddie Munster's bike was the must have item of the time.

BMX bikes hit the scene soon after, and the trend shifted to these, but the Lowrider returned in the 70's when Mexicano kids started to customise their bikes more than ever before.

Some make bicycles are particularly popular among lowrider builders. Most well known of these are the American-produced Schwinn Stingray (usually 20", but 16" and even 12" Schwinn tigers are used) and in australia the malvern star long frame dragsters and bratz beutie bikes. Another favorite of the period was the Iverson Dragstripper, which featured a long "exhaust pipe" body that gave it a distinctive look. The new lowrider trend is also related to the trend in Cruiser or Beach Cruiser style bikes. Today, pre-built and even custom made one of a kind lowriders are available from Lowrider bicycle shops, Custom Chopper Bicycle Designers and even some Lowrider car workshops.

Some basic or classic characteristics of a lowerider bike are: Baby Daytons (like the car rims, they are overspoked and do not cross over each other) with white-wall tyres. Banana Seats, usually custom upholstery and a customized sissy bar. Ape or Schwinn type handlebars. Old school spring action suspension for the front forks known as "springer forks". Fenders both front and back. Sometimes a chain steering wheel is attached. Most accessories are highly polished chrome, however gold is also used for added flare though for economical reasons chrome is the standard.

Some lowrider bicycles are modified into lowrider tricycles, allowing them to sit much closer to the ground while still being rideable, to hopp without falling over if they have air bag or hydraulic suspension and given them extra carry space in the back. The space between the two rear wheels is often used to mount either a 2-seater "love seat", a "boom-box" or even pumps for hydraulic or air "suspension".

Some custom modifications include twisted forks, spokes or handlebars, what are known as "bird cages" (twisted metal strips that resemble a bird cage) that are cut and welded onto handlebars, sissy bars or pedals. Many of the bikes also feature custom frame work such as tanks and skirts which are the addition of sheets of metal, usually welded on, to the frame to give it a "filled-in" look. Some lowrider bicycles even have air or hydraulic cylinders set-up to emulate the Height adjustable suspension of lowrider motor cars.

Street Punk, Kehidupan atau Pelarian ?!


Sejak Marjinal bermarkas di Gang Setiabudi, Setu Babakan, Jakarta Selatan, dari hari ke hari kian banyak saja anak muda yang datang dan terlibat dalam program workshop. Selain membuka workshop cukil kayu dan musik, Marjinal mengusahakan distro sederhana. Sebuah lemari etalase diletakkan di beranda, menyimpan pelbagai produk Taringbabi; dari kaos, kaset, pin, stiker, emblem, zine sampai buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer. Di dinding didisplay puluhan desain kaos, di ruang tamu yang selalu riuh itu. Di tengah-tengah kotak display, ada gambar tengkorak yang berbarik sebagai ikon Taringbabi.

Para punker biasanya datang secara berkelompok. Biasanya mereka duduk-duduk di beranda depan, melepas penat, setelah seharian berada di jalanan, sambil asyik ngobrol dan bermain musik. Dengan ukulele (kentrung), gitar dan jimbe mereka menyanyikan lagu-lagu Marjinal. Bob dan Mike pun ikut nimbrung bernyanyi bersama. Mike memberitahu accord atau nada sebuah lagu, dan menjelaskan makna dari lirik lagu itu. Proses belajar dan mengajar, secara tidak langsung terjadi di komunitas, dengan rileks.

Sebagian besar anak-anak itu memilih hidup di jalanan, sebagai pengamen. Ada yang masih sekolah, banyak juga yang putus sekolah. Mereka mengamen untuk membantu ekonomi orangtua. Sebagian besar mereka berlatar belakang dari keluarga miskin kota, yang tinggal di kampung-kampung padat penduduk; Kali Pasir, Mampang, Kota, Matraman, Kampung Melayu, Cakung, Cengkareng, Cipinang dan lain sebagainya. Bahkan ada yang datang dari kota-kota seperti Medan, Batam, Serang, Bandung, Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, Makasar, Manado, dll. “Dengan mengamen mereka bisa bertahan hidup, dengan mengamen mereka bisa membiayai sekolah dan membantu belanja sembako untuk ibu mereka.,” kata Mike, aktifis Marjinal.

Jika sekilas memandang penampilan mereka, boleh dibilang sebagai punk: ada yang berambut mohawk, jaket penuh spike, kaos hitam bergambar band-band punk dengan pelbagai slogan anti kemapanan. Kaki mereka dibalut celana pipa ketat dan mengenakan sepatu boot, ada juga yang hanya bersandal jepit.

Bagi anak-anak jalanan itu, Marjinal bagaikan oase, mata air yang menyegarkan kehidupan dan hidup mereka, di tengah cuaca kebudayaan Indonesia yang masih memarjinalkan anak-anak miskin kota, seperti yang didedahkan lirik lagu Banyak Dari Teman-temanku berikut ini:

Banyak dari teman-temanku / Lahir dari keluarga miskin / Di mana engkau enggan melihatnya, disana tak sederhana / Tak ada lagi banyak pilihan / / Diantara bising kereta / Dan sudut-sudut kumuhnya pasar / Di bawah terik matahari, disana tak sederhana / Tersangkut tajamnya pagar berduri / / Pelajar yang putus sekolah / Perempuan dan pekerja kasar / Dibawah beban yang dipikulnya, mereka tak sederhana / Terjebak pilihan yang berbahaya / / Tidur beralas tikar, dingin beratap mimpi / Tapi semuanya sirna oleh kenyataan / Kepala jadi kaki, kaki jadi kepala / Disunat dipotong-potong dicincang-cincang / / Banyak dari teman-temanku yang hidup dijalan sana / Dimana kau tak merindukannya mereka kian tersiksa / Tergusur gagahnya gedung yang somse (sombong sekali ah!) / / Di balik tirai yang suram dan dipinggir keangkuhan / Bergelut dengan kegelapan tersungkur di kaki besi / Tertembus panasnya timah kebencian

***

Persoalan anak jalanan di kota-kota besar di negeri ini sudah lama diperbincangkan, mulai dari kampus, kelompok studi, sampai seminar di hotel berbintang lima. Namun, untuk mengurai persoalan ini tidak mudah sebab menyangkut perut banyak orang. Banyak oknum yang memeras anak jalanan.

Pada saat krisis ekonomi, jumlah anak jalanan melonjak 400 persen. Sedangkan Departemen Sosial, tahun 1998 memperkirakan, jumlah anak jalanan mencapai angka 170.000 anak. Anak jalanan, secara umum akan dibilang anak jalanan yang masih tinggal dengan orantuanya atau keluarganya dan anak jalanan yang benar-benar lepas dari keluarganya serta hidup sembarangan di jalanan. Usia mereka 6-15 tahun.

Kehidupan anak muda di jalan adalah satu subkultur. Sebuah subkultur selalu hadir dalam ruang dan waktu tertentu, ia bukanlah satu gejala yang lahir begitu saja. Kehadirannya akan saling kait mengait dengan peristiwa-peristiwa lain yang menjadi konteksnya. Untuk memudahkan kita memahami gagasan mengenai subkultur anak muda jalanan, mari mencermati peta antara hubungan anak muda dan orang tua, serta kultur dominan sebagai kerangkanya.

Sekurang-kurangnya, ada dua pihak yang –berkat dukungan modal yang melekat pada dirinya– berupaya mengontrol kehidupan kaum muda, yaitu negara dan industri berskala besar. Di Indonesia, pihak pertama yaitu negara berupaya mengontrol kehidupan anak muda melalui keluarga. Keluarga dijadikan agen oleh negara, sebagai saluran untuk melanggengkan kekuasaan.

Melalui UU No. 10/1992 diambil satu keputusan yang menjadikan keluarga sebagai alat untuk mensukseskan pembangunan. Keluarga tidak hanya dipandang memiliki fungsi reproduktif dan sosial, melainkan juga fungsi ekonomi produktif. Pengambilan keputusan keluarga dijadikan alat untuk mensukseskan pembangunan, pada gilirannya, membawa perubahan pada posisi anak-anak dan kaum muda dalam masyarakat.

Negara memandang anak-anak dan kaum muda sebagai satu aset nasional yang berharga. Karena itu, investasi untuk menghasilkan peningkatan modal manusia (human capital) harus sudah disiapkan sejak sedini mungkin. Dalam hal tugas orang dewasa adalah melakukan penyiapan-penyiapan agar seorang anak bisa melalui masa transisinya menuju dewasa. Akibatnya ada pemisahan yang jelas antara masa anak-anak dan masa muda dengan masa dewasa. Adalah tugas orang tua untuk memberikan pemenuhan gizi yang dibutuhkan, mengirim ke sekolah sebagai bagian dari penyiapan masa transisi.

Saya Shiraishi (1995) yang banyak mengamati kehidupan keluarga dan masa kanak-kanak dalam masyarakat Indonesia mutakhir mengatakan bahwa implikasi lebih lanjut dari gagasan keluarga modern itu pada akhirnya menempatkan anak-anak sepenuhnya dibawah kontrol orangtua. Orangtua menjadi kuatir bila anaknya tidak mampu melewati masa transisi dengan baik, misalnya putus sekolah, dan akan terlempar menjadi kaum “tuna” (tuna wisma, tuna susila dan tuna lainnya), kaum yang kehidupannya ada di jalanan.

Kekuatiran ini bisa dilihat secara jelas denngenai kehidupan jalanan sebagai kehidupan “liar”. Bukanlah satu hal yang mengada-ada bila kemudian para. orang tua lebih memilih untuk memperpanjang proteksi anak-anaknya untuk berada di dalam rumah sebab lingkungan di luar rumah dianggap sebagai”liar” dan mengancam masa depan anaknya. Pilihan untuk memperpanjang masa proteksi anak-anak inilah yang kemudian ditangkap sebagai peluang niaga oleh para pengusaha.

Belakangan ini dengan mudah kita bisa melihat berbagai produk atau media untuk membantu penyiapan masa transisi anak-anak. Berbagai media cetak dan elektronika mengeluarkan berbagai produk bagaimana menyiapkan anak secara “baik dan benar” dalam rangka pengembangan sumber daya pembangunan. Para orang tua pada. gilirannya akan lebih mengacu pada berbagai media itu sendiri dibandingkan pada peristiwa sehari-hari yang dialami oleh anaknya.

Cara membesarkan anak yang diimajinasikan oleh negara dan pemilik modal inilah yang kemudian menjadi wacana penguasa (master discourse) untuk anak-anak Indonesia. Ia digunakan sebagai alat untuk menilai kehidupan keseluruhan anak dan kaum muda di Indonesia. Hasilnya seperti yang ditunjukkan Murray (1994) adalah mitos kaum marjinal: yang dari sudut pandang orang luar menggambarkan orang-orang ini sebagai massa marjinal yang melimpah ruah jumlahnya dengan budaya kemiskinan dan sebagai lingkungan liar, kejam dan kotor … sumber pelacuran, kejahatan dan ketidakamanan.

Jalan raya bukanlah sekadar tempat untuk bertahan hidup. Bagi kaum muda tersebut jalanan juga arena untuk menciptakan satu organisasi sosial, akumulasi pengetahuan dan rumusan strategi untuk keberadaaan eksistensinya. Artinya ia juga berupaya melakukan penghindaran atau melawan pengontrolan dari pihak lain.

Sebuah kategori sosial, anak jalanan, bukanlah satu kelompok yang homogen. Sekurang-kurangnya ia bisa dipilah ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan diantaranya ditentukan berdasarkan kontak dengan keluarganya. Anak yang bekerja di jalan masih memiliki kontak dengan orang tua, sedangkan anak yang hidup di jalan sudah putus hubungan dengan orang tua.

Soleh Setiawan, seorang anak jalanan yang sudah hampir dua puluh tahun hidup di jalan menuturkan pengalamannya. Katanya, waktu kecil ia banyak ngeluyur di kampung Arab lalu sempat sekolah di Al-Irsyad, sebuah sekolah ibtidaiyah di Pekalongan. Tapi ia lebih senang bermain di jalan dibanding sekolah, lebih banyak bermain dari pada belajar. Sejak kecil dia tidak mengenal orangtua kandungnya. Dia dibesarkan seorang pamannya yang juga lebih banyak hidup di jalan. Seorang dokter yang cukup terpandang di Pekalongan mengadopsinya. Tetapi Soleh kecil selalu tidak merasa betah tinggal di rumah itu walau segala kebutuhannya dicukupi oleh orangtua angkatnya. Dia lebih sering bermain di luar rumah, sehingga orangtua angkatnya murka. Soleh pun minggat dari rumah. Dengan menumpang kereta api barang, ia pergi ke beberapa kota di Jawa, lalu ikut kapal penangkap ikan dengan rute pelayaran Kalimantan – Bali. Ia bekerja sebagai koki kapal selama 3 bulan.

Ketika pertama kali hadir di jalan, seorang anak menjadi anonim. Ia tidak mengenal dan dikenal oleh siapapun. Selain itu juga ada perasan kuatir bila orang lain mengetahui siapa dirinya. Tidaklah mengherankan bila strategi yang kemudian digunakan adalah dengan menganti nama. Hal ini dilakukan untuk menjaga jarak dengan masa lalunya sekaligus masuk dalam masa kekiniannya. Anak-anak mulai memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Ketika hidup di jalanan, Soleh dipanggil Gombloh karena sering nggambleh, bergelantungan di mobil atau kereta api, pergi ke mana pun tanpa tujuan. Biasanya anak-anak yang berasal dari daerah pedesaan menggganti dengan nama-nama yang dianggap sebagai nama “modern” yang diambil dari bintang rock atau yang yang biasa didengarnya misalnya dengan nama John, Jimi, Tomi dan semacamnya.

Proses penggantian sebutan itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia bukan sekadar pergantian panggilan saja tetapi juga sebagai sarana menanggalkan masa lalunya. Artinya ia adalah bagian dari proses untuk memasuki satu dunia (tafsir) baru. Sebuah kehidupan yang merupakan konstruksi dari pengalaman sehari-hari di jalan.

***

Apakah mereka memahami apa itu punk?

Mike: Terus terang gua ngasih acungan jempol buat teman-teman yang hidup di jalan… Mereka punya kebanggaan, berpenampilan ngepunk, mereka tetap bertahan walau orang-orang sekitar yang melihat menilainya macam-macam. Bagi gua itu sebuah bentuk perlawanan juga. Melawan pikiran-pikiran orang yang sudah dimapankan — yang menganggap negatif karena melihat penampilan orang lain yang beda, menyimpang, diluar kelaziman. Tapi yang lebih penting adalah nilai-nilai punk dalam prakteknya berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana mereka bisa survive, menjalin kebersamaan, saling peduli satu sama lain dan tetap mengunggulkan rasa dan kebebasan. Hidup di jalanan kan penuh tantangan. Apalagi sesusia mereka, ada yang masih anak-anak, yang orang bilang diluar kewajaran — ketika anak-anak yang lain kan sekolah, pulang ke rumah, bermain, latihan ini dan itu, les piano … Mereka hidup di jalanan mencari uang untuk membantu orangtua. Kadang dikejar dan digaruk trantib. Digertak atau diperas orang yang sok jagoan, macho… Tapi dalam posisi bertahan hidup di jalan, mereka mandiri, sehat, gembira, dan punya rasa humor. Buat gue itu penting, manusiawi banget!

Tapi, di sisi lain Mike prihatin ketika melihat para punker yang hidup di jalan, hanya menjadikan jalanan sebagai tempat nongkrong dan mabuk-mabukan. Mereka mencari uang dengan mengamen tapi hasil jerih payahnya itu hanya untuk membeli obat-obatan (drugs) dan minuman beralkohol. Mereka masih berusia belasan tahun, tiba-tiba memutuskan berhenti sekolah dan lari dari rumah, karena terpengaruh teman-teman nongkrong . Mereka menenggak minuman dan menelan puluhan tablet dextro (tablet obat batuk yang disalahgunakan untuk mabuk). Banyak dari mereka adalah perempuan berusia dini, dan menjadi korban pelecehan seksual.

Bagi mereka, punk sebatas tempat pelarian. Lari dari kesumpekan rumah. Lari dari tekanan hidup. Lari dari tanggungjawab. Lari dari kenyataan! Di kepala mereka, dengan berpenampilan diri seperti punker, mereka bisa bebas dari segala bentuk tekanan hidup, bebas semau-gue, bebas nenggak minuman atau menelan puluhan tablet dextro, bebas mengekspresikan diri sebebas-bebasnya walau masyarakat di sekitarnya terganggu, seperti yang terjadi berikut ini:

Pada suatu siang yang gerah, empat anak-muda (belasan tahun) berjalan oleng di depan squat Marjinal. Mereka sudah beberapa kali mondar-mandir, dan seorang diantaranya berwajah pucat, matanya terpejam, dalam keadaan mabuk berat, sehingga menjadi tontonan warga. Ketika ditanya tujuannya hendak ke mana, mereka cuma menggeleng-gelengkan kepala sambil meringis.

Anak-anak kampung Setiabudi (berusia belasan tahun) pun mengarak mereka ke pinggir kali. Segala atribut punk yang melekat di tubuh mereka dilemparkan ke kali, sambil diteriaki,”Pecundang! Pecundang! Pecundang!” Setelah itu, mengusir mereka.

Kejadian serupa, akhir-akhir ini banyak terjadi di beberapa tempat di Jakarta. Bahkan ada aksi kriminal, seperti kasus perkosaan yang terjadi di terowongan Casablanca yang dilakukan segerombolan orang yang beratribut punk, yang diceritakan Kodok (personil Bombardir). “Begitu mendengar kejadian itu, gue bareng warga menyisir beberapa tempat yang biasanya jadi tempat nongkrong mereka,” ujar Kodok dengan nada tinggi.

Squat Marjinal juga sering kedatangan para orangtua yang mencari keberadaan putrinya — (seperti Nia dari Citayam). Belum lagi pertanyaan-pertanyaan para ibu tentang putra-putri mereka yang berperilaku “aneh” di mata mereka. “Rambut diwarnai merah, sering diluar rumah, dan malas sekolah, maunya pergi jauh ke Jawa padahal gak megang duit” kata seorang ibu dari Pondok Kopi.

Sampai saat tulisan ini dibuat, masyarakat awam masih memandang Punk sebagai sebuah organisasi yang terpusat. Sehingga wajar saja apabila para orangtua menanyakan segala sesuatu menyangkut putra-putrinya ke squat Marjinal. Pada kenyataannya, punk adalah satuan-satuan kecil komunitas yang menyebar. Di luar itu, adalah massa cair seperti yang dipresentasikan para gerombolan yang beratribut punk di jalanan.

Berbeda dengan gerombolan yang beratribut punk di jalanan yang ngamen untuk mabuk, punk jalanan yang beken juga di sono disebut street punk adalah sebuah gerakan budaya tanding ( counter cilture) yang melawan kemapanan budaya dominan yang dibentuk oleh sistem kekuasaan. Street punk muncul di Inggris pada tahun 1980-an, pada masa rezim Perdana Menteri Margareth Thatcher, dari Partai Konservatif, yang kebijakan ekonominya sangat liberal, memberi peluang kapitalis mengembangkan pasar modal (ekonomi uang) tetapi di sisi lain mengabaikan kelas pekerja, sehingga pengangguran pun merajalela. Ketika pabrik-pabrik menutup lowongan pekerjaan, bahkan memecat banyak karyawannya dengan alasan efesiensi, masyarakat kelas pekerja menggunakan jalanan sebagai tempat mencari nafkah, membuat jejaring-kerja, serta aksi protes yang diselingi karnaval dan musik.

Sebagai sub-kultur Punk terinspirasi oleh karya-karya seni perlawanan. Antara lain, dari novel karya Charles Dickens, yang sebagian besar menceritakan nasib anak-anak (dari panti asuhan) yang dipaksa bekerja sebagai pembersih cerobong asap di pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi mesin uap untuk menggenjot produksi pada era Revolusi Industri. Anak-anak itu merasa tersiksa bekerja sehari-semalam, tanpa makanan yang cukup, di tempat-tempat yang kumuh tidak berpenerangan. Mereka akhirnya memberontak, menolak segala bentuk eksploitasi! Mereka lari dari panti-asuhan! Lalu memutuskan hidup secara kolektif. Mereka menggunakan jalanan di London sebagai sumber mencari nafkah dan ilmu-pengetahuan. Dan terbebas dari eksploitasi.

Bagi seorang punk, jalanan adalah kehidupan. Di jalanan mereka bertemu dengan orang-orang, di jalanan mereka saling berbagi pengetahuan, di jalanan mereka berdagang, di jalanan mereka menyuarakan kebenaran melalui nyanyian. Pada 1980-an, terjadi bentrokan hebat antara punker dan hippies, karena perbedaan persepsi tentang kehidupan di jalanan. Bagi hippies, jalanan adalah ruang publik sebagai tempat mereka mengekspresikan kemuakan akan kehidupan yang diwarnai perang dan ancaman nuklir. Di jalanan mereka berdemonstrasi membagi-bagikan bunga, seks bebas (war no, sex yess) dan menenggak obat-obatan (drugs) –mereka ingin lari (escape) dari kehidupan ini. Kebalikannya, punk melihat kehidupan ini sebagai projeksi, tergantung si individu itu untuk melakukan perubahan. Perubahan itu dimulai dari yang tidak ada, doing more with less, menjadi sesuatu yang ada dan berarti. Punk tak pernah lari dan sembunyi ketika dihadapkan pada problematika kehidupan. Hadapi! Tuntaskan!

Melihat fenomena gerombolan yang beratribut punk yang nongkrong, mabuk dan mondar-mandiri di Jakarta akhir-akhir ini, tidak perlu dipertanyakan lagi… Mereka bukan punk! Mereka hanya beratribut punk tetapi jalan hidupnya adalah hippies! Hanya hippies yang lari dari kehidupan, dengan nenggak minuman dan obat-obatan (drugs), mereka lari dari kebebasan (escape from freedom). ***

*) Tulisan ini nukilan dari manuskrip buku “ Marjinal: Punk – Blaut!”oleh Haska, yang akan terbit Oktober yang akan dating.

Superman Is Dead Facebook!